Kamis, 17 Januari 2008

Permasalahan BHMN UPI

Perubahan status UPI dari perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi Badan Hukum milik negara (BHMN) menimbulkan sejumlah kontrofersi, baik dari kalangan mahasiswa, dosen maupun karyawan karena menilai kebijakan tersebut terlalu cepat diambil dan terlalu dipaksakan mengingat kemampuan managerial UPI sendiri masih “amburadul”.

Kebijakan tersebut menjadi sorotan tajam sejumlah kalangan, mereka mempertanyakan apakah mampu UPI untuk dapat berdiri sendiri? Kondisi ini menimbulkan sejumlah kecurigaan berbagai pihak, apalagi setelah tim kajian strategi politik BEM KM UPI menemukan beberapa kejanggalan di dalam PP No. 6 sebagai landasan hukum bagi status BHMN UPI. PP yang dirumuskan rancangannya oleh orang-orang rektorat UPI yang kemudian di ajukan kepada pemerintah semasa pemerintahan Megawati tersebut dinilai cacat hukum karena beberapa pasalnya saling berbenturan dan sarat dengan KKN serta memiliki kelemahan didalam system pengawasannya, dengan kata lain PP tersebut sangat berpotensi untuk menghantam UU yang lain terutama UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, sehingga dapat dikatakan pula PP tersebut berpotensi untuk menghantam secara tidak langsung Pancasila dan UUD 45.

Kecurigaan tersebut semakin memuncak dengan adanya dana bantuan dari pihak Islamic Developed Bank (IDB) yang mana salah seorang perumus PP No. 6 tersebut menjadi direktur pembangunan fasilitas gedung dengan menggunakan dana bantuan dari IDB tersebut, ditambah lagi dengan proses tendernya, disinyalir bermasalah akibat adanya kejanggalan-kejanggalan seperti yang diberitakan oleh salah satu perusahaan peserta tender. Situasi ini menimbulkan banyak spekulasi pertanyaan, apa yang melatar belakangi keinginan rektorat untuk mengubah status UPI menjadi BHMN ?, apakah pengubahan status tersebut hanya untuk mengejar dana bantuan dari IDB ?, lalu apa hubungannya dengan fakta bahwa PP No.6 yang mereka rumuskan sarat dengan KKN ? apakah perumusan PP tersebut sarat dengan KKN dibuat secara sengaja atau tidak ? lalu apa motivnya jika memang jawabannya disengaja ? pertanyaan-pertanyaan seperti itu haruslah segera di jawab dan diungkap kebenarannya, tentunya dengan melibatkan pemerintah karena hanya pemerintahlah yang bisa menyelesaikan masalah ini semua mengingat PP No.6 merupakan buah dari kebijakan mereka, lagipula untuk membuktikan kebenarannya secara hukum, perlu adanya proses penyelidikan dan penyidikan yang hal tersebut tidak mungkin dapat dilakukan oleh mahasiswa (BEM) mengingat BEM tidak memiliki kewenangan sedikitpun secara hukum untuk melakukannya, hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah melalui aparatnya.

Tidak ada komentar: