Kamis, 17 Januari 2008

Bobroknya DikNas

Sistem pendidikan diselenggarakan dengan tujuan untuk merubah perilaku dan kepribadian masyarakat menjadi lebih baik lagi, disamping sebagai sarana untuk mentransferkan ilmu pengetahuan sehingga pelakunyapun tidak bisa sembarang orang yang dapat menjalankannya, pelakunya tidak hanya dituntut untuk memiliki basic pemahaman terhadap keilmuan tetapi juga memiliki kemampuan untuk dapat membimbing anak didiknya sehingga mengalami perubahan moralitas ke arah yang lebih baik.

Apa perbedaan antara sistem pendidikan dengan sistem pengajaran? Sistem pendidikan dibangun atas dasar untuk merubah perilaku dan moralitas disamping sebagai media untuk mentransfer ilmu ilmu pengetahuan, sedangkan sistem pengajaran dibangun hanya untuk mentransferkan ilmu saja. Inilah yang membedakannya

Apakah sistem yang diterapakan pemerintah merupakan sitem pendidikan atau pengajaran? Apa indikatornya?. Kini sistem pendidikan yang telah lama dibangun oleh pemerintah telah bergeser fungsinya tidak lagi sebagai sistem pendidikan tetapi telah bergeser ke arah sistem pengajaran, sebagai bukti kini pemerintah menetapkan siapapun berhak untuk menjadi seorang tenaga pengajar selama yang bersangkutan memiliki penguasaan terhadap basic keilmuan, kini hanya dengan modal selembar sertifikat akta 4 siapapun berhak untuk menjadi seorang guru padahal kualifikasi seorang pendidik tidak semata-mata dilihat dari penguasaannya terhadap keilmuan, orientasi sekolah bukan lagi menekankan pada nilai-nilai moralitas tetapi diarahkan bagai mana caranya agar siswa dapat mengerjakan soal-soal yang diberikan dan berharap dapat lulus dengan nilai yang tinggi pada saat ujian akhir akhir dan ujian saring ke perguruan tinggi negeri.

Akibat dari bergesernya sistem pendidikan ini, maka dapat dilihat pula semakin merosotnya moralitas masyarakat secara umum, hampir setiap hari kita melihat dan mendengaran berbagai bentuk kriminalitas dan kekerasan, korupsi semakin meluas tidak hanya dilakukan oleh para penguasa tinggi, penguasa kelas teri pun ikut-ikutan melakukannya. Pergaulan sex bebas tidak lagi dipandang sebagai cela tetapi menjadi tren anak muda masa kini, mereka tidak lagi malu apabila perbuatannya dilihat oleh masyarakat umum melalui tayangan VCD yang mungkin saja salah seorang yang menontonnya adalah kedua orang tuanya.

Kondisi masyarakat seperti itu tidak lepas dari peranan sistem pendidikan yang tidak mampu mendidik masyarakatnya sehingga menjadi lebih baik. Tingginya tingkat pengangguran menjadi biang keladi rusaknya moral masyarakat, selain pemerintah tidak dapat menyediakan lapangan kerja yang dapat menyerap pekerja secara besar ketidak mampuan pemerintah menyelenggarakan pendidikan yang handal dan berorientasi siap kerja juga menja hambatannya, lalu pemerintah mau membawa kemana pendidikan kita yang sudah hancur lebur ini.

Bukti ketidak mampuan pemerintah menyelenggarakan sistem pendidikan secara baik dan layak semakin terlihat dengan akan dikeluarkannya UU sistem pendidikan baru, yang disebut dengan Undang-Undang BHP yang diawali dengan pengubahan status perguruan tinggi negeri menjadi BHMN, Dimana dalam produk pendidikan ini penyelenggaraan pendidikan beserta pembiayaannya dikembalikan kepada masyarakat, artinya lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini berjalan tertatih-tatih dengan menggunakan anggaran subsidi dari pemerintah, saat ini dipaksa untuk hidup dengan jumlah subsidi yang seakin lama semakin kecil dan pada akhirnya subsidi tersebut akan dicabut sepenuhnya.

Lalu darimana lembaga-lembaga tadi akan mencari dana untuk menutupi biaya operasional yang begitu tinggi? Yang paling logis adalah dengan membebankannya kepada masyarakat dalam hal ini anak didiknya dengan cara memungut biaya pendidikan yang sangat tinggi, hal ini tentunya tidaklah seberapa bagi segelintir masyarakat yang mampu, tetapi bagi mayoritas masyarakat lainnya yang secara ekonomi pas-pasan tentunya hal ini sangat memberatkan, adanya bantuan subsidi dari pemerintah saja mereka sudah setengah mati membiayai anak-anak mereka agar dapat menikmati pendidikan, apalagi sekarang biaya pendidikan dibebankan kepada masyarakat, dapat dipastikan akan semakin panjang daftar anak-anak sekolah yang putus ditengah jalan, entah berapa banyak lagi anak sekolah yang harus mati gantung diri akibat frustasi tidak tahan diolok-olok teman-temannya yang lebih mampu karena tidak biasa membayar uang spp, atau uang seragam. Padahal seandainya anak-anak itu tahu bahwa sekolah tinggi-tinggi tidak dapat menjamin mereka untuk mudah mencari pekerjaan sehingga dapat membiayai kehidupannya, entah berapa juta orang saat ini sarjana-sarjana yang hilir mudik menjajakan ijazahnya demi sebuah pekerjaan yang seringkali tidak layak dan tidak sesuai dengan basic keilmuan yang dipelajarinya di perguruan tinggi.

Wajar memang apabila sistem pendidikan yang ada sekarang ini dituding sebagai biang keladi hancurnya moral masyarakat, mereka yang menganggur juga manusia seperti kita yang membutuhkan sesuap nasi dan sehelai pakaian untuk dapat bertahan hidup, tentunya dapat kita maklumi kalau kemudian mereka bertindak nekad menghalalkan segala cara untuk sekedar dapat bertahan hidup, mereka tidak dapat disalahkan sepenuhnya, pemerintahlah, dan para pelaku politik partailah yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kondisi masyarakat seperti sekarang ini, karena akibat kerakusan para politisi partai inilah sehingga pemerintahan tidak dapat berjalan untuk kepentingan masyarakat tetapi lebih cenderung hanya untuk memperlancar kepentingan partai yang telah membuat orang-orang yang duduk di pemerintahan dapat merasakan empuknya kursi jabatan.

Satu-satunya solusi yang harus segera dilakukan pemerintah adalah membuat suatu aturan yang dapat menjamin seluruh masyarakat untuk dapat menikmati pendidikan, dan peraturan tersebut haruslah mengandung sangsi yang berat apabila terdapat lembaga-lembaga pendidikan yang tidak mau menampung dan menerima masyarakat miskin tersebut. Ketegasan seperti ini tentunya sangat ditunggu-tunggu masyarakat saat ini, perintah wajib belajar yang dicanangkan pemerintah dan diatur lebih lanjut didalam undang-undang seolah-olah dibuat tanpa rasa tanggung jawab, disatu sisi rakyat diwajibkan untuk sekolah disisi lain pemerintah sendiri tidak mampu mengantisipasi masyarakat miskin yang ingin menjalankan kewajibannya.

Tidak ada komentar: